Kekuatan Dhamma Dalam Masa Pandemi Covid 19

 

Kekuatan Dhamma Dalam Masa Pandemi Covid 19 

Oleh: Suwono, S.Ag.
Penyuluh Agama Buddha Kota Batu

 Pendahuluan

Kasus pertama penyebaran virus corona, Covid 19, terungkap di China. Setelah ditelusuri kembali oleh pemerintah China, kasus pertama penyebaran virus corona muncul pada 17 November 2019. Dilaporkan South China Morning Postwhistle-blower dari komunitas medis menunjukkan bahwa dokter di China baru menyadari mereka sedang menghadapi penyakit baru pada akhir Desember 2019. Covid 19 sendiri merupakan Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada manusia di daerah Wuhan, Provinsi Hubei, China pada tahun 2019. Maka dari itu, Coronavirus jenis baru ini diberi nama Coronavirus Disease-2019 yang disingkat menjadi Covid 19 . Para ilmuwan telah mencoba untuk memetakan pola penularan awal Covid 19 sejak epidemi dilaporkan di kota Wuhan di China tengah pada Januari 2020, dua bulan sebelum wabah. Menurut data pemerintah China, penyebaran virus ini tak terdeteksi dan tak terdokumentasi. Pemerintah menduga seorang pasien berusia 55 tahun dari provinsi Hubei menjadi orang pertama yang terinfeksi Covid 19 .

Hingga saat ini hampir sebagain besar negara di dunia berjibaku dengan virus Covid 19, Virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada akhir tahun lalu ini, telah menewaskan 4.616 orang (Kompas.com12/3/2020). Sementara itu, sebanyak 126.042 orang terinfeksi virus yang masih satu keluarga dengan virus penyebab MERS dan SARS ini. Dari total tersebut, sebanyak 67.056 kasus dinyatakan sudah pulih.

Dilansir dari Worldometers, sebanyak 221 negara dan wilayah yang telah mengonfirmasi kasus Covid 19 hingga Selasa (17/2/2021), dengan kasus terbanyak: (1) USA sebanyak 28.753.526 kasus, (2) India sebanyak 10.949.546 kasus, (3) Brazil sebanyak 9.979.276 kasus, (4) Russia 4.112.151 kasus. Sedangkan 4 urutan kasus terbesar di Asia: (1) India sebanyak 10.949.546 kasus, (2) Turkey sebanyak 2.609.359 kasus, (3) Iran sebanyak 1.542.076 kasus, (4) Indonesia sebanyak 1.243.646 kasus. Indonesia menempati urutan 4 Asia dan 19 Dunia kasus terbanyak terkonfirmasi virus covid 19. (https://www.worldometers.info/coronavirus/.17/02/2021). 

Upaya pencegahan penyebaran, pengobatan dan doa telah dikumandangkan di seluruh dunia dari berbagai agama/kepercayaan, tentunya semua berharap virus Covid 19 segera berlalu dan  memberikan kembali  kesehatan, kebahagian, kesejahteraan, dan kedamaian umat manusia yang hidup muka Bumi. WHO telah menetapkan status virus Covid 19 sebagai pandemic global. Sejalan dengan itu Indonesia juga menetapkan status darurat nasional diseluruh wilayah Indonesia. Langkah pencegahan yang drastis diberlakukan diberbagai sektor. Social Distencing sebagai langkah preventif telah merubah dinamika aktivitas warga negara. Sekolah diliburkan dan pendidikan dimigrasikan ke System online. Work from Home (WfH) juga banyak diberlakukan di instansi baik itu formal maupun non-formal.

Langkah Penanggulangan penyebaran virus covid 19 telah diterapkan oleh pemerintah dengan berbagai cara, yang tentunya langkah ini akan berhasil jika didukung oleh masyarakat Indonesia dengan memahami cara pencegahan dan penyebaran virus Covid 19 dengan benar. Kelompok Agamawan juga harus memiliki peran guna memberikan rasa aman, nyaman baik secara lahir dan batin kepada umatnya, untuk siap menghadapi situasi dan kebijakan sebagai upaya pencegahan penyebaran virus Covid 19.

Kemunculan wabah virus Covid 19 dihampir semua negara, memunculkan kepanikan, rasa takut dan cemas dikarenakan sifat penyebarannya yang mudah melalui antar manusia. Pada 11 Maret 2020 WHO menetapkan Covid 19 sebagai pandemi, yaitu sebuah epidemi yang telah menyebar ke beberapa negara atau benua, dan umumnya menjangkiti banyak orang. Istilah pandemi tidak digunakan untuk menunjukkan tingkat keparahan suatu penyakit, melainkan hanya tingkat penyebarannya saja. Dalam kasus saat ini, Covid 19 menjadi pandemi pertama yang disebabkan oleh virus Covid 19

Di Indonesia, pemerintah mengumumkan kasus Virus Covid 19 pertama pada tanggal 2 Maret 2020. Hal ini diumumkan langsung Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta (Ihsanudsin, Kompas.com 2/03/2020). Sebagaimana diumumkan oleh Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid 19, Achmad Yurianto kasus pertama Virus Covid 19 ditemukan di wilayah Bogor, Jawa Barat. Sejak saat itu pemerintah Indonesia terus memantau perkembangan penyebaran virus covid 19. Data penyebaran virus ini sangat progresive. Terhitung sejak pertama kali kasus ditemukan di Indonesia, menurut data Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional jumlah orang yang tertular sampai pada 17 Februari 2021 adalah 1.243.646 terkonfirmasi Positif. Kasus kematian disebabkan oleh virus ini di Indonesiapun termasuk dalam kategori berprosentase tinggi yaitu sekitar 2,7 % atau (33.788 orang), sedangkan kasus aktif adalah 162.182 (13%) dan yang dinyatakan sembuh sebanyak 1.047.676 orang (84,2%). Penyebaran wilayahnyapun sudah menjangkau di beberapa provinsi (34 provinsi) dengan epicenter pandemic ada di Jakarta. (https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19)

            Memperhatikan tingkat persebaran yang sangat cepat, maka Presiden Joko Widodo mengacu pada UU Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, menetapkan Wabah virus Covid 19, sebagai jenis penyakit yang menimbulkan “Kedaruratan Kesehatan Masyarakat” dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 11/2020 tanggal 31 Maret 2020 (CNBC Indonesia tanggal1-3-2010). Tentu saja Keppres ini juga berdampak kepada banyak tatanan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pemerintah dibawah komando Bapak Presiden, juga telah membuat berbagai langkah dalam upaya mencegah penyebaran Virus Corona (Covid 19), yaitu dengan pembatasan mulai yang berskala kecil sampai dengan yang Besar.

Direktur Jenderal Bimas Buddha juga telah mengeluarkan Surat Himbauan Pencegahan Virus Covid 19, pada tanggal 16 Maret 2020, yang berisi: (1) Membudayakan prilaku hidup bersih dan sehat, (2) Umat Buddha agar meningkatkan kewaspadaan, tetap tenang dan tetap menyelenggarakan kegiatan rutin, (3) berpartisipasi dalam upaya pencegahan Virus Covid 19, (4) menjadwal ulang kegiatan berskala besar dan menghadirkan orang banyak serta  melakukan Doa bersama dalam upaya mencegah penyebaran Virus Covid 19.

Sehubungan dengan apa yang telah dipaparkan di atas, artikel ini akan mencoba membahas bagaimana umat Buddha sebagai bagian dari agama yang berada di Indonesia juga dituntut memiliki peran dalam memberikan pencerahan batin kepada umatnya, sehingga umat memiliki ketahanan mental, batin dan mampu mengatasi dampak sosial ekonomi dengan baik dan bijaksana. Upaya itu memang tidak mudah utuk dilakukan, namun hal itu bisa diusahakan dengan selalu memahami peran umat Buddha sebagai manusia, yaitu: (1) Manusia dan hakikat hukum alam, (2) Manusia sebagai bagian dari Negara.

 

Respon Intstitusi Buddha dan Umat Buddha

            Mengikuti kebijakan pusat, Kementerian Agama khususnya Ditjen Bimas Buddha juga telah mengeluarkan Surat Himbauan Pencegahan Virus Covid 19, pada tanggal 16 Maret 2020, yang berisi: (1) Membudayakan prilaku hidup bersih dan sehat, (2) Umat Buddha agar meningkatkan kewaspadaan, tetap tenang dan tetap menyelenggarakan kegiatan rutin, (3) berpartisipasi dalam upaya pencegahan Virus Covid 19, (4) menjadwal ulang kegiatan berskala besar dan menghadirkan orang banyak serta  melakukan Doa bersama dalam upaya mencegah penyebaran Virus Covid 19.

Langkah baik dan postif yang telah diambil oleh pemerintah menjadi acuan umat Buddha sebagai bagian dari Negara untuk melakukan berbagai langkah diantaranya meninjau ulang kegiatan yang berskala besar, seperti peringatan dan perayaan Waisak; Sangha Theravada Indonesia melaui Surat resminya meminta kepada Majelis dibawahnya untuk menunda kegiatan Sebulan Pendalaman Dhamma, Detik-detik Waisak dan Peringatan/Perayaan Waisak di Seluruh Vihara Theravada di Indonesia. Hal Ini Juga diikuti oleh Seluruh Sangha dan Majelis di Indonesia untuk melakukan pembatasan kegiatannya,

Physical Distancing atau pembatasan fisik adalah salah satu langkah yang disarankan untuk mencegah penyebaran virus Corona. Tidak hanya saat di luar rumah, pemerintah bahkan menganjurkan agar cara ini juga dilakukan saat di dalam rumah, termasuk di Rumah Ibadah/Vihara dan social distancing atau pembatasan sosial. Membudayakan prilaku hidup bersih dan sehat. Kesehatan dan penyakit adalah salah satu pengalaman umum kehidupan manusia yang menjadi perhatian khusus dari agama. Agama, dalam setiap masyarakat, di setiap tahap sejarah, menjunjung tinggi nilai kesejahteraan dan kesehatan yang diperlukan untuk kehidupan yang bermakna, dan menyediakan pengikutnya dengan cara-cara dan sarana untuk meningkatkan kesehatan mereka dan memungkinkan mereka untuk berurusan dengan kerentanan manusia kreatif terhadap penyakit, rasa sakit dan penderitaan.

Selanjutnya adalah bagaimana umat Buddha merepon keadaan darurat seperti ini dalam kehidupan beragama mereka?. Sebagai bagian umat manusia di dunia tentu memiliki kewajiban, selain belajar Dhamma, juga harus mempraktikkan Dhamma, yaitu harus memiliki prilaku sesuai dengan Brahmavihara, yaitu: metta, karuna, mudita, dan upekkha. Dengan Metta kita berusaha memancarkan cinta kasih yang tak terbatas kepada semua makhluk agar Virus Corona (Covid 19) tidak berdampak besar kepada kehidupan manusia dan makhluk di Bumi; Dengan Karuna kita harus mengembangkan rasa welas asih kepada para korban dan juga masyarakat Indonesia yang terdampak; Melalui Mudita kita juga harus memiliki simpati/empati atas wabah ini dengan berbuat secara nyata memberikan bantuan baik secara materi maupun non materi. Lebih baik lagi kita juga harus mengembangkan Upekkha yaitu sifat ketenangan/keseimbangan batin, sehingga mampu melihat peristiwa ini sebagaimana adanya/sesuai dengan hukum Tilakkhana, yaitu: segala bentukan tidak kekal adanya, segala bentukan sukar bertahan adanya, segala bentukan maupun bukan bentukan adalah bukan diri adanya. Dengan menyadari ketiga hukum Tilakkhana ini, kita juga harus memiliki keyakinan bahwa Virus Covid 19, akan mampu dilemahkan, dan akhirnya lenyap adanya.

Pendekatan Buddhis terhadap kesehatan dan penyakit memiliki keyakinan bahwa semua Buddhisme memiliki lebih dari 2.500 tahun sejarah keterlibatan dalam teori dan praktik medis. (Eubios Jurnal Bioetika Asia dan Internasional 15 (2004), 162). Sebagai agama yang hidup ajaran-ajarannya telah banyak dipengaruhi cara-cara Buddha berpikir dan bertindak dalam hal hidup dan mati. Karena kesehatan adalah nilai kehidupan manusia yang semua prihatin/simpati dengan terjadinya wabah penyakit, diharapkan memahami akan makna kesehatan ini akan berfungsi sebagai kontribusi umat Buddha untuk mampu mengeksukusi diri dalam menghadapi kondisi yang sedang berlangsung.

Terlepas dari pendekatan holistik yaitu berpikir secara menyeluruh dengan mempertimbangkan segala aspek yang mungkin mempengaruhi tingkah laku manusia atau suatu kejadian. Buddhisme juga menonjolkan suatu hukum sebab dan akibat terlebih dahulu dalam menganalisis suatu kejadian atau peristiwa, yaitu bagaimana sebuah virus terjadi, apa penyebab munculnya, dan bagaimana upaya menanggulanginya. Upaya ini umum digunakan oleh umat Buddha dalam melihat sesuatu kejadian atau peristiwa yang sering disebut dengan ehi passikho, yaitu datang lihat dan buktikan.

Analisis lain diluar usaha yang umum dilakukan yaitu dengan adanya hukum kamma yang merupakan faktor penting untuk kesehatan dan penyakit. Dalam perspektif Buddhis kesehatan yang baik adalah efek berkorelasi dari kamma baik dimasa lampau, dan kamma baik dimasa sekarang; atau kamma buruk di masa lampau, dan kamma buruk dimasa  sekarang. Interpretasi kesehatan dan penyakit dalam hal kamma adalah untuk menekankan bahwa ada hubungan antara moralitas dan kesehatan. Kesehatan tergantung pada gaya hidup kita, yaitu cara kita berpikir, cara kita merasa, dan cara kita hidup. Penyakit adalah konsekuensi dari gaya hidup yang tidak sehat seperti-sebagai salah satu ditandai oleh pemanjaan indria, misalnya. Ini adalah komponen normativistic dari perspektif Buddhis pada kesehatan yang melibatkan praktek nilai-nilai moral dan keagamaan seperti kasih sayang, toleransi, dan pengampunan. Ini adalah alasan yang mendasari mengapa ajaran Buddha menyarankan mereka yang ingin menjadi sehat untuk berlatih moralitas (sila), disiplin mental (samadhi), dan kebijaksanaan (panna), di bagian ariya berunsur delapan.

             Mungkin kita akan memahami peran dari kamma dalam kesehatan dan penyakit seperti yang kita lihat pada kasus berikut. Sebagai contoh, dalam waktu epidemi biasanya ada beberapa orang yang menyerah sementara yang lain melarikan diri meskipun kedua kelompok yang terkena kondisi yang sama. Menurut pandangan Buddhis perbedaan antara yang pertama dan yang terakhir ini karena sifat dari kamma masing-masing di masa lalu. Contoh lain adalah kasus dimana meskipun pengobatan yang diberikan berhasil pasien meninggal, dan dimana meskipun pengobatan tidak efektif pasien tinggal/hidup. Ada juga kasus-kasus pemulihan yang luar biasa dan tak terduga ketika obat-obatan modern telah memberikan semua harapan untuk sembuh. Kasus-kasus seperti memperkuat keyakinan Buddha bahwa selain penyebab fisik dari penyakit, penyakit bisa menjadi efek dari kamma buruk dalam kehidupan masa lalu. Sebuah penyakit dengan penyebab kamma tidak bisa disembuhkan sampai yang berakibat kamma habis. Tetapi setiap orang kamma adalah suatu misteri baik untuk dirinya dan orang lain. Maka tidak ada orang biasa pasti bisa tahu mana penyakit ini disebabkan oleh kamma.

         Oleh karena itu orang harus berhati-hati dalam menghubungkan konsep hukum kamma, terutama untuk penyakit karena dapat mengakibatkan sikap fatalistik tidak mencari penyembuhan disemua atau menyerah pengobatan keluar dari keputusasaan. Buddhisme menyarankan kita bahwa untuk tujuan praktis kita harus memandang semua penyakit seolah-olah mereka diproduksi oleh penyebab fisik belaka. Dan bahkan jika penyakit memiliki penyebab kamma itu harus diobati. Sebagai kondisi permanen dan tidak ada sebagai hubungan kausal antara perbuatan dan konsekuensinya berkorelasi adalah lebih kondisional dari deterministik ada kemungkinan untuk penyakit yang akan sembuh selama hidup terus. Disisi lain kita tidak bisa mengatakan pada titik apa efek dari kamma buruk akan habis. Oleh karena itu kita perlu mengambil keuntungan dari apa pun sarana menyembuhkan dan pengobatan yang tersedia. Pengobatan tersebut, bahkan jika tidak dapat menghasilkan obat, masih berguna karena kondisi fisik dan psikologis yang tepat diperlukan untuk efek karma untuk mengambil tempat. Kehadiran kecenderungan untuk penyakit tertentu melalui kamma masa lampau dan kondisi fisik untuk menghasilkan penyakit ini akan memberikan kesempatan bagi penyakit timbul. Tetapi memiliki pengobatan tertentu akan mencegah akibat kamma buruk mewujudkan sepenuhnya. Jenis perawatan ini tidak mengganggu kerja kamma individu tetapi mengurangi keparahan. Saran dari Buddhisme untuk seseorang dengan penyakit yang tak tersembuhkan dan harus sabar dan melakukan perbuatan baik untuk mengurangi dampak dari kamma buruk masa lalu. Setidaknya upaya individu untuk memelihara atau memulihkan itu sendiri kamma baik.

Kepercayaan pada kamma dalam kaitannya dengan kesehatan dan penyakit tidak menyebabkan fatalisme, ataupun pesimisme. Seperti disebutkan sebelumnya, hukum kamma tidak memerintah dengan tangan besi atau membawa kutukan. Hukum ini hanya menekankan hubungan kausal antara sebab dan akibat. Ini tidak berarti determinisme lengkap. Percaya pada kamma adalah untuk mengambil tanggung jawab pribadi untuk kesehatan. Kesehatan tidak diberikan. Ini harus diperoleh dengan usaha sendiri, dan satu tidak boleh menyalahkan orang lain untuk yang menderita akan melalui karena penyakit. Selain itu, mungkin nyaman untuk berpikir bahwa penyakit kita adalah bukan karena kesalahan tetapi hidup kita sekarang warisan masa lalu yang sangat jauh, dan bahwa dengan sikap kita sendiri dan upaya terhadap penyakit efek kamma baik dapat timbul. Kepercayaan pada kamma juga memungkinkan kita untuk mengatasi aspek-aspek kehidupan yang menyakitkan, misalnya menderita penyakit terminal seperti virus Covid 19 atau bentuk yang lebih ganas dari kanker dengan ketenangan dan tanpa perjuangan sia-sia, atau keadaan mental negatif dan menyedihkan. Penerimaan tersebut juga akan memungkinkan kita untuk mengatasi putus asa, bertahan kondisi untuk hari-hari terakhir, dan dengan demikian akan mati dengan damai dan bahagia.

Penekanan pada penyebab kamma kesehatan dan penyakit menyiratkan tanggung jawab pribadi untuk kesehatan dan penyakit. Kamma diciptakan oleh pilihan-pilihan yang kita buat dalam kehidupan masa lalu. Kesehatan yang bisa diperoleh dengan melanjutkan upaya pribadi dalam kehidupan ini. Perbuatan baik (latihan egregular, nutrisi yang tepat, dll) mengarah pada kesehatan yang baik sedangkan perbuatan buruk (misalnya kebiasaan hidup yang buruk, menyalahgunakan tubuh dan pikiran) dalam hidup ini dan sebelumnya membawa penyakit. Rasa tanggung jawab yang sangat dibutuhkan dalam perawatan kesehatan, khususnya dalam menghadapi virus Covid 19, bukan hanya pada diri sendiri tetapi kepada orang lain dengan melakukan Physical Distancing dan Social Distancing.

Umat Buddha agar selalu meningkatkan kewaspadaan, tetap tenang dan tetap menyelenggarakan kegiatan rutin. Langkah ini patut didukung oleh kalangan umat beragama, sebagai bentuk usaha/iktiyar sebelum kita berserah diri kepada Tuhan dan hukum alam/Kamma. Hal ini juga merupakan upaya umat Buddha dalam menjaga kesehatan yang menjadi kunci utama bagi kesejahteraan hidup setiap orang di dunia ini. Langkah apa yang harus ditempuh untuk bisa mengendalikan segala sesuatu yang berkaitan dengan cara hidup sehat, konsultan kita yang pertama dan utama adalah diri sendiri bersama Dhamma. Bilamana kita selalu dekat dengan Dhamma, maka apapun kesulitan yang kita hadapi, termasuk penyakit jasmani maupun batin, kita akan mengetahui dengan pasti bahwa itu adalah penyakit. Kemudian kita akan diam sejenak untuk merenungkan, tindakan apa yang perlu ditempuh dalam menghadapi hal demikian. Menjadi tua, sakit dan mati adalah merupakan konsekuensi dari kehidupan yang pasti akan dialami oleh semua orang. Hal ini sesuai dengan sabda Buddha yang ada di dalam kitab suci Aṅguttara Nikāya III, 35. yaitu tentang tiga utusan agung (usia tua, sakit, dan kematian) yang pasti akan dialami oleh semua orang.

 

Social Ditancing Sebagai Tanggung Jawab Sosial Bersama

            Berpartisipasi dalam upaya pencegahan Virus Corona Covid 19. Umat Buddha juga harus berperan aktif dalam ikut serta berupaya mencegah penyebaran Virus Corona Covid 19, yaitu dengan Physical Distancing atau pembatasan fisik dan social distancing atau pembatasan sosial yaitu membatasi kegiatan yang bersifat kerumunan sosial, Seperti yang berhubungan dengan kegiatan keagamaan Buddha yaitu: Puja Bhakti/ibadah bersama, peringatan/perayaan hari besar keagamaan, dan lain-lain.

Pembatasan fisik, Physical Distancing dalam agama Buddha merupakan bentuk latihan pengendalian diri secara jasmani, menyentuh atau bersentuhan dengan manusia atau benda yang lainnya. Praktik ini dalam tradisi Buddhis sudah biasa dilakukan, yaitu dengan menyapa sesama umat/Bhikkhu dengan sikap Anjali (Namaste) yang berati memberi hormat; dalam tradisi Kebhikkhuan ada larangan seoarang Bhikkhu bersentuhan langsung dengan wanita, bagi umat yang menjalankan Atthasila juga tidak melakukan sentuhan atau hubungan meskipun dengan Istri/Suaminya (Abrahmacariya). Sedangkan pembatasan sosial, social distancing dalam agama Buddha juga dapat dijadikan bentuk latihan melalui pengembangan Samadhi. Saat berlatih Samadhi diajarkan untuk mengembangkan perbuatan baik yang ada dalam diri, dalan menghimpun bentuk kebaikan yang dari luar diri dan memusnakan sifat buruk dalam diri, serta menolak hal-hal buruk dari luar diri dengan pengendalian terhadap panca indera, yaitu: mengendalikan ucapan (mulut), mengendalikan pengelihatan (mata), mengendalikan pendengaran (telinga), mengendalikan rasa (pengecap/lidah) dan mengenalikan sentuhan (kulit).  

            Dengan terkendalinya fisik melalui samadhi, maka akan menjadikan batin kita tenang dalam menghadapi permasalahan yang ditimbulkan oleh Virus Covid 19, demikian pula dengan terkendalinya sifat sosial yang berkembang melalui panca Indera kita, maka akan meningkatkan daya tahan tubuh kita untuk melawan Virus Covid 19, yaitu dengan mengendalikan ucapan, akan selalu berkata dan berucap yang benar/tidak menyebarkan berita bohong tentang virus covid 19; dengan terkendalinya pengelihatan, akan memiliki rasa sosial/empati untuk melihat penderitanan orang lain dengan sebenarnya karena dampak virus covid 19 dan mampu memberikan bantuan sesuai kemampuan; dengan terkendalinya pendengaran, bisa memfilter berita-berita tidak benar/hoax tentang virus covis 19, dengan terkendalinya pengecap/perasa, akan terkendali dalam makanan, tentunya akan selalu mengkonsumsi makanan sehat, dan dengan terkendali dalam sentuhan (kulit), tidak akan menyebarkan virus covid 19 kepada orang lain, dan mampu memutus penyebarannya.

Pedoman dalam menghadapi segala persoalan kehidupan yang banyak menguras emosi saat ini, maka juga perlu dikembangkan panca bala, lima Kekuatan Dhamma: (1) Saddha Bala, kekuatan keyakinan, (2) Viriya bala, kekuatan semangat, (3) Sati bala, kekuatan kesadaran/perhatian, (4) Samadhi bala, kekuatan konsentrasi dan (5) Panna bala, kekuatan kebijaksanaan.

Dengan kekuatan keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tiratana umat Buddha dapat menjadwal ulang kegiatan berskala besar dan menghadirkan orang banyak serta  melakukan Doa/Puja Bhakti bersama sebagai upaya mencegah penyebaran Virus Covid 19Setelah melakukan upaya-upaya yang berbentuk fisik dan sosial maka berikutnya adalah upaya secara spritual, yaitu Doa/Puja bhkati.

Dengan kekuatan semangat umat Buddha selalu melakukan kebajikan dan hal-hal positif serta bermanfaat bagi diri sendiri maupun makhluk laintentunya ini upaya yang juga tidak boleh di tinggalkan, meskipun ada pembatasan fisik dan sosial dalam menjalankan Ibadah. Bukan sebuah halangan bagi kita umat Beragama untuk melakukannya. Umat Buddha dapat menjalankan Ibadah/puja Bhakti dan melakukan Doa bukan hanya di Vihara tetapi juga dilakukan di Rumah dengan Sendiri maupun bersama Keluarga. Ibadah/puja Bhakti dan melakukan Doa bertujuan mengembangkan kebajikan luhur selain mengulang palivacana, namun demikian ada yang lebih tinggi yang perlu dilakukan dari Ibadah/puja Bhakti/Doa, yaitu: “tidak melakukan perbuatan jahat, Sabbapapasa akaranam, menambah kebajikan, Kusalasaupasampada, dan membersihkan hati pikiran, Sacittapariyodapanam”. 

Dengan kekuatan kesadaran/perhatian umat Buddha mempraktikkan tiga ajaran para Buddha yaitu memahami falsafah kehidupan dipraktekkan dalam pola hidup sehari-hari, memperhatikan dan mengendalikan pola makan maka, kita akan dapat menghadapi wabah virus covid 19 dengan tenang dan mampu membangun kesadaran, daya tahan tubuh untuk melawan berkembangnya virus covid 19 dan dampak-dampak soasial lainnya.

Dengan kekuatan konsentrasi memupuk batin untuk selalu sadar, eling lan waspada dengan mengkikis rintangan batin; kamacchanda, nafsu indriya, byapada, keinginan jahat, thina-middha, kemalasan, uddhacca-kukkucca, kegelisahan/penyesalan dan vicikiccha, keragu-raguan, kita akan mampu menghadapi proses kehidupan dan hambatannya ini dengan penuh kesabaran, konsentrasi, tanpa ketakutan dan keragu-raguan.

Dengan kekuatan kebijaksanaan kita akan mampu memumbuhkan pengetahuan dan pengertian yang benar tentang sebenarnya dari sebuah proses kehidupan, menuju hidup sehat dan melepaskan diri dari lingkaran samsara covid-19, menuju lahir batin yang sehat serta ekonomi bangkit, kehidupan Indonesia yang kembali berkeadilan dan sejahtera.

 

Kesimpulan

Dalam agama Buddha, kesehatan sungguhlah penting. Buddha sendiri mengakui, sebagaimana yang tertera dalam Dhammapada, bahwa kesehatan adalah perolehan terbesar yang seseorang miliki (ārogyaparamā lābhā. Dhp. 204, M. I. 508). Pernyataan ini diperjelas di dalam kitab komentar bahwa siapapun yang memiliki perolehan kekayaan, kemansyuran, atau anak, kesehatan merupakan perolehan yang terbesar, tidak ada perolehan yang melebih itu (Ārogyaparamāti gāthāya ye keci dhanalābhā vā yasalābhā vā puttalābhā vā atthi, ārogyaṃ tesaṃ paramaṃ uttamaṃ, natthi tato uttaritaro lābhoti, ārogyaparamā lābhā. MA. III. 218).

Sebagai orang yang bijaksana, sebelum ketiga utusan agung itu datang, yaitu semasa masih muda sebelum tua, semasa sehat dan kuat sebelum sakit dan semasa hidup sebelum kematian tiba, maka hendaknya menggunakan kesempatan yang baik itu untuk bergegas melakukan hal-hal yang baik dan bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain. Karena disaat seseorang masih muda, sehat, kuat, tidak ada kelaparan dan makanan cukup tersedia, mudah mendapatkannya, dan dapat hidup cukup dengan penghasilan, dan juga masih hidup/berusia panjang. Inilah kesempatan atau saat yang tepat untuk melakukan kebajikan. Yaitu melakukan kebajikan melalui ucapan, pikiran dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sesungguhnya kebaikan itulah yang akan memberikan perlindungan dan juga akan membuahkan kebahagiaan baik dalam kehidupan ini maupun dalam kehidupan yang akan datang.

Selain itu sebagai pedoman dalam menghadapi segala persoalan kehidupan yang banyak menguras emosi saat ini juga perlu dikembangkan panca bala, lima Kekuatan Dhamma: (1) Saddha Bala, kekuatan keyakinan, (2) Viriya bala, kekuatan semangat, (3) Sati bala, kekuatan kesadaran/perhatian, (4) Samadhi bala, kekuatan konsentrasi dan (5) Panna bala, kekuatan kebijaksanaan.

Umat Buddha dapat membantu pemerintah dengan taat dan patuh menjalankan instruksi/himbauan dengan pegertian yang benar untuk penanganan penyebaran wabah virus Covid 19  ini, baik dengan menjalankan Physical Distancing maupun Social Distancing dan melakukan gerakan moral 5 M: (1) Memakai masker, (2) Mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, (3) Menjaga jarak, (4) Menghindari berkerumun, dan (5) Mengurangi mobilitas; berarti telah dapat mempraktikkan Dhamma yaitu melatih pemahaman benar akan hukum sebab akibat, hukum kamma dan mengembangkan samadhi di rumah masing-masing; selain itu sebagai umat Buddha juga menjalankan Dhamma Negara yaitu Warga negara Indonesia yang baik dan Bijaksana, dengan melaksanakan pola hidup sehat, tidak panik, tetap tenang, menunda segala bentuk kegiatan yang bersama-sama dengan banyak orang, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan berkomunikasi menggunakan media online. Berpegang teguh pada hukum alam/kamma serta selalu meninggalkan segala bentuk kejahatan, menambah semua bentuk kebajikan dan membersihkan hati dan pikiran. Maka kita akan mampu bersama-sama pemerintah dan masyarakat Indonesia lepas dari wabah Virus Covid 19 dan menuju kebangkitan ekonomi Indonesia.

 

Daftar Pustaka/Referensi

 

Bupati Bogor Beberkan Riwayat Pasien Meninggal karena Corona di Bojonggede

https://www.dream.co.id/news/virus-corona-teridentifikasi-muncul-di-china-17 November-200313z.html. 30 Maret 2020 18.03 WIB

https://bogor.pojoksatu.id/baca/bupati-bogor-beberkan-riwayat-pasien-meninggal-karena-corona-di-bojonggede

http://samanaputta.blogspot.com/2019/01/kesehatan-dalam-agama-buddha.html

 

https://www.kompas.com/tren/read/2020/03/12/074100165/jadi-pandemi-global-ini-daftar-121-negara-dan-wilayah-yang-konfirmasi-kasus

https://tirto.id/update-corona-6-april-2020-indonesia-data-Covid 19 -dunia-terbaru-eLk5

 

Khuddhaka Nikaya, Khudddhaka Patha, Dhammapada, https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/dhammapada/

 

Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Peta Sebaran Covid 19, https://covid19.go.id/peta-sebaran-covid19


Pinit Ratanakul, Ph.D. Direktur College of Religious Studies, Universitas Mahidol, Salaya, Puthamoltoll 4, Nakornpathom, 73170, Bangkok, Thailand  Email: pinitratanakul2@hotmail.com . Eubios Jurnal Bioetika Asia dan Internasional 15 (2004), 162

 Syuhada M. Maulana, Egoisme dalam beragama 2020

Worldometers (https://www.worldometers.info/coronavirus/.17/02/2021). 

 

 

 

 

Postingan populer dari blog ini

KELUARGA BAHAGIA (HITA SUKHAYA)

LAMBANG KEMENAG

INTISARI AJARAN AGAMA BUDDHA