KONSEP PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA

A. Konsep Pendidikan Agama Buddha
            Idealnya pendidikan merupakan sarana terpenting dalam perkembvangan peradaban manusia, sekaligus sebagai sarana mendasar untuk mentransformasi seorang anak yang belum berakal dewasa agar tumbuh menjadi individu yang dewasa dan bertanggung jawab.
            Kata pendidikan yang dalam bahasa Inggrisnya “education” berasal dari kata latin “educare” yang berarti to lead out (mengantar keluar).1 Secara jelasnya bisa diartikan sebagai proses “mengantarkan keluar” kemampuan seseorang yang mesih tersembunyi agar berkembang menjadi suatu kemampuan dan pengetahuan.
            Secara literal kata pendidikan juga berarti bring fort (melahirkan, memproduksi), yang mengacu bahwa tugas yang sebenarnya dari proses ini adalah menggali ke luar segala potensi bawah sadar manusia untuk mendapatkan pemahaman dan pengertian.2
            Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan pendidikan sebagai: Proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; Proses, perbuatan, cara mendidik.3
                Secara mudah, dapat dikatakan bahwa konsep pendidikan bisa dipahami sebagai proses pemberian instruksi, pengetahuan, ketrampilan, dan pelatihan dalam dalam segala bentuknya dari aktivitas manuisa. Maka ruang lingkup pendidikan biasanya berhubungan dengan segala aktivitas manusia. Oleh sebab itu, dalam ruang lingkup yang lebih luas, pendidikan bisa dijelaskan sebagai proses kreatif dari perkembangan individu dan kehidupan sosial yang progresif. Pendidikan merupakan sarana kemajuan budaya, dan merupakan elemen penting dalam peradaban manusia sejak dulu kala.
            Sebagai sarana dari kemajuan, pendidikan bisa dimengerti juga sebagai obor atau sebuah penerang kehidupan manusia; ini memberikan bimbingan, meningkatkan pengetahuan, dan melengkapi kita dengan pemahaman mendalam tentang kehidupan. Pendidikan merupakan sumber kekuatan yang tak terlihat yang mentransformasi sifat manusia sehingga membuatnya sempurna dalam kepribadian, fisik, moral dan mental atau secara intelektual.
            Proses pendidikan Buddhis diawali dengan adanya pentahbisan Bhikkhu dengan “Ehi Bhikkhu Upasampada” oleh Sang Buddha. Kemudian Sang Buddha merumuskan bahwa setiap bhikkhu harus dilatih Vinaya dan Dhamma, dan harus memilih Upajjhaya. Hubungan Upajjhaya dan muridnya adalah seperti seorang bapak terhadap anaknya, didasari keyakinan dan kasih sayang.11
            Pelaksanan pada masa itu berbeda dengan masa sekarang yaitu dilakukan dari mulut ke mulut dan dihafalkan dalam ingatan dan Vihara sebagai pusat pendidikan.

B. Filsafat Pendidikan Agama Buddha
            Masalah sentral dalam pandangan Buddhis adalah penderitaan manusia. Penderitaan bersumber pada keinginan yang rendah (tanha). Keinginan senidir timbul tergantung pada faktor lain yang mendahuluinya. Dalam merumuskan rangkaian sebab-musabab yang saling bergantungan (paticcasamuppada), Buddha menempatkan kebodohan (avijja) di urutan pertama. “Yang lebih buruk dari semua noda itu adalah kebodohan. Kebodohan merupakan noda yang paling buruk. Para bhikkhu, singkirkan noda ini dan jadilah orang yang rak bernoda” (Dhammapada.243)
            Pendidikan adalah penerusan nilai, pengetahuan, kemampuan, sikap, dan tingkah laku; dalam arti yang luas, pendidikan merupakan hidup itu sendiri (dan belajar itu seumur hidup), sebagai proses menyingkirkan kebodohan dan mendewasakan diri menuju kesempurnaan. Pendefinisian ini mendekati pandangan sosiologis, antropologis dan psikologis. Pendidikan merupakan suatu usaha yang disengaja dan terencana untuk menolong seseorang belajar dan bertanggung jawab, mengembangkan diri atau mengubah perilaku, sehingga bermanfaat bagi kepentingan individu dan masyarakat. Dengan memiliki pengetahauan, seseorang memiliki bekal untuk bekerja, dan membantu atau melayani orang lain dengan baik.
            Pendidikan agama Buddha berdasarkan kasih sayang, menjadi salah satu cara untuk menyingkirkan penderitaan dan memprbaiki nasib seseorang. “Di sini Yasa, tiada yang mencemaskan. Di sini Yasa, tiada yang menyakitkan. Ke sisni Yasa, Aku akan mengajarmu, “(vinaya I.15). Buddha adalah guru yang sering diposisikan juga sebagai dikter, danajaran-Nya didibaratkan sebagai obat yang dipergunakan dengan tepat.
            Pendidikan agama jelas menolong untuk menghentikan segala bentuk kejahatan. “Aku telah berhenti. Engkapun berhentilah.”(Majjhima Nikaya II.90). “Melihat kejahatan sebagai kejahatan, inilah ajaran Dhamma yang pertama. Setelah melihat kejahatan sebagai kejahatan, jauhilah itu, singkirkan itu hingga bersih, bebaskan diri dari hal itu, inilah ajaran Dhamma yang kedua”.
            Ajaran Buddha adatu Dhamma dipandang sebagai pelita yang menerangi kegelapan. Buddha mengajarkan: “Pegnglah teguh Dhamma sebagai pelita, peganglah teguh Dhamma sebagai perlindungan,” dan dengan itu berarti seseorang menjadi pelita dan pelindung bagi diri sendiri, sehingga tidak menyandarkan nasibnya pada makhluk lain (Digha Nikaya,II.100).
            Pendidikan Agama Buddha dapat dikatakan bersifat pragmatis karena menyangkut pemecahan masalah utnuk mencapai tujuan hidup manusia. Filosofi pendidikan dalam agama Buddha mengacu pada Empat Kebenaran Mulia (Cattari Arya Saccani), yaitu mengindentifikasi dukkha, asal mula dukkha, lenyapnya dukkha dan jalan mengakhiri dukkha. Lewat formulasi ini Buddha memberi petunjuk bagimana sebaiknya mengatasi masalah secara sistematis. Berdasar rumusan Empat Kebenaran Mulia Kowit Vorapipatana mengembangkan konsep Khit-Pen yang artinya ‘berfikir, mengada(to think, to be) atau ‘mampu berfikir’ (to be able to think) untuk menggambarkan strategi pengajaran yang mencakup berfikir secara kritis dan kecakapan memecahkan masalah.

C. Sistem Pendidikan Dalam Agama Buddha
            Sejak awal, bhikkhu sangha sebagai salah satu bentuk komunitas dalam masyarakat, mendasrkjan hidupnya pada penekanan aspek moralitas yang membawa cita-cita spiritual. Sifat atau Karakter yang benar dari pendidikan Buddhis harus siapresiasi dari metode atau cara untuk mencapai kedamaian atau kebebasan dari penderitaan, yang mana kemampuan dalam menghafal teori dan kemampuan intelektual biasa lebih sedikit ditekankan.
            Pada dasarnya, sistem pendidikan Buddhis mempunyai tiga jenis tujuan: moral, intelektual dan spiritual. Dengan kata lain, dibalik proses evolusi dan konsep pendidikan dan pengajaran Buddhis telah ada tiga faktor tujuan yang perlu dilakukan, yaitu:
1.    Pada awalnya, anggota Sangha harus berjalan sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah digariskan dalam vinaya pitaka. Hubungan antara guru dan para siswanya juga diatur dalam Vinaya.15 Lambat laun, bukan hanya rohaniawan, tetapi umat awam juga mendatangai bhikkhu senior untuk mendapatkan plejaran sesuai pilihan mereka. I-Tsing secara jelas mencatat keadaan tersebut dengan datang belajar dibawah asuhan para bhikkhu dan belajar baik kitab-kitab Buddhis maupun pengetahuan sekuler.
2.    Tujuan kedua, adalah pengembangan intelektual yang berfungsi sebagi sarana untuk mencapai kebutuhan akan perlunya mempertahankan dan merawat tradisi dan ajaran Sang Buddha dari orang-orang tidak bertanggung jawab. Hal inilah yang memungkinkan munculnya kesusastraan atau kepustakaan Buddhia dan tradisi skholartisme dalam agama Buddha.
3.    Tujuan penting terakhir dari pendidikan adalah untuk membantu mengembangkan kemajuan spiritual para bhikkhu. Jadi pendidikan dapat dimengerti sebgai sarana bukan tujuan akhir, untuk mendewasakan individu yang harus hidup di tengah-tengah dunia yang serba kompleks.

D. Organisasi Pendidikan Agama Buddha
            Bahwa dengan ketertinggalan dalam memajukan pendidikan Buddhis yang bertujuan mengembangkan Moral, Intelektual dan spiritul, maka dapat dirumuskan pola pendidkan Agama Buddha sebagai berikut:
1.    Format yang digunakan harus berlandaskan pada agama Buddha dengan figur Buddha sebagai Guru Teladan.
2.    SDM Buddhis yang langka dan masyarakat yang pluralis tidak boleh menutup peluang orang lain yang non Buddhis untuk membantu kita.
3.    Disiplin pada Awal tahun Ajaran.
4.    Pengembangan pengajaran sesuai dengan sistem agama Buddha.
5.    Sarana dan prasarana harus dibenahi
6.    Hubungan sekolah, orang tua muri dan murid
7.    Peningkatan pelayanan dan Promosi

Postingan populer dari blog ini

KELUARGA BAHAGIA (HITA SUKHAYA)

LAMBANG KEMENAG

INTISARI AJARAN AGAMA BUDDHA